Hari Pers Nasional dan Kisah Heroik di Belakangnya

PWI

Kala itu, disebuah balai pertemuan Sono Suko di Surakarta (Solo). Terkumpulah toko-tokoh wartawan-wartawan diantaranya para pemimpin surat kabar. Sebut saja, Harian Rakyat Jakarta, Harian Merdeka, Antara, Suara Rakyat, Suara Merdeka, Penghela Rakyat, Surat Kabar Berjuang, Surat Kabar Kedaulatan Rakyat. Tak hanya para wartawan, para pejuang pun ikut berkumpul disana. Hal ini dapat dimaklumi karena pada waktu itu pers adalah termasuk ujung tombak perjuangan kemerdekaan Indonesia,unnamed1541085220.jpg khususnya dalam menginformasikan dan menyuarakan perjuangan kemerdekaan Indonesia ke seluruh pelosok Nusantara dan juga dunia.

Balai pertemuan Sono Suko menjadi tempat bersejarah bagi insan Pers di Indonesia. Bagaimana tidak, ditempat itulah pertemuan besar yang akan menjadi cikal bakal berdirinya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Momment itu bertepatan dengan tanggal 09 Februari 1946.

PWI Pusat

Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Berada di Jl. Veteran

Dipertemuan itu, disepakati berdirinya sebuah organisasi wartawan Indonesia, yang kemudian diberi nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), kemudian terpilihlah Mr. Sumanang Surjowinoto sebagai pemimpinya dan Sudarjo Tjokrosisworo sebagai Sekeretarisnya.

Selain itu, disepakatinya berdiri sebuah komisi yang beranggotakan 10 Orang, yaitu:

  1. Sjamsudin Sultan Makmur (Jakarta)
  2. B. M. Diah (Jakarta)
  3. Abdul Rachmat Nasution (Jakarta)
  4. Ronggodanukusumo (Mojokerto)
  5. Muhammad Kurdie (Tasikmalaya)
  6. Bambang Suprapto (Magelang)
  7. Sudjono (Malang)
  8. Suprijo Djojosupadmo (Yogyakarta)

Kemudian ditambah 2 orang lagi yaitu ketua dan sekretaris PWI terpilih. Kemudian Komisi yang beranggotakan 10 orang tersebut diberi nama komisi Usaha.

Tugas utama komisi usaha adalah mengkoordinasikan seluruh pers nasional untuk bergerak dalam satu barisan, yaitu dengan tujuan:

  • Menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Belanda
  • Mengobarkan nyala revolusi
  • Mengobori semangat perlawanan seluruh rakyat Indonesia terhadap bahaya penjajah
  • Menempa persatuan nasional

Kesemuanya untuk keabadian kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan rakyat.

Kemudian pada tahun 1978, dalam kongres PWI ke-28 di Kota Padang, Sumatera Barat. Kongres memutuskan untuk menetapkan adanya Hari Pers Nasional (HPN), penetapan ini selaras dengan kehendak masyarakat pers untuk menetapkan satu hari bersejarah, untuk memperingati peran dan keberadaan pers secara nasional.

Logo Dewan Pers

Pada sidang Dewan Pers yang ke-21, tanggal 19 Februari 1981 di Bandung, kehendak tersebut yang menjadi keputusan kongres PWI ke 28 disetujui oleh Dewan Pers, untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah sekaligus menetapkan penyelenggaraan Hari Pers Nasional.

Dari sekian panjang peristiwa tersebut, akhirnya pada tanggal 23 Januari 1985, Presiden Soeharto mengeluarkan keputusan untuk menetapkan Hari Pers Nasional (HPN), HPN ditetapkan pada tanggal 9 Februari. Keputusan tersebut tertuang pada KEPRES no. 05 tahun 1985.

Berdasarkan sejarah yang saya ulas diatas, praktis bangsa Indonesia sejak tahun 1985 telah merayakan HPN setiap tahunya, hingga hari ini 09 Februari 2018. Peristiwa perayaan tahunan HPN ini telah berlangsung selama 33 tahun, dan tulisan ini saya dedikasikan untuk ikut berkontribusi pada perayaan HPN ini.

Sengaja saja mengawali tulisan ini dengan mengungkap sedikit sejarah yang melatar belakangi HPN ini, semua itu agar kita yang mengetahui bahwa hari ini adalah hari pers, tidak hanya tahu saja, tetapi bisa sedikit meresapi kejadian dan semangat yang dahulu menggelora pada dada insan pers Indonesia.

Dalam menulis tulisan ini, saya teringat dengan kisah serorang pejuang pers, dia adalah Jusuf Ranadipuro. Jusuf dahulu bekerja disebuah radio militer milik Jepang di jakarta, yaitu radio Hoso Kyoku. Dari dialah, berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tersiar keseluruh Indonesia dan Dunia.

Jusuf

Foto Jusuf Ranadipuro

Cerita itu berawal pada sore hari, beberapa jam setelah Presiden Soekarno membacakan text proklamasi. Tepatnya pada jam 5 sore, datanglah syahrudin (wartawan domei) membawa pesan dar Adam Malik yang berbunyi “Harap berita terlampir disiarkan”. Bisa kita tebak, bahwa lampiranya adalah naskah proklamasi.

Singkat cerita, dengan strategi yang sudah disusun bersama rekan kerjanya, salah satunya yaitu Bachtiar lubis (kakak kandung Mochtar Lubis), pada pukul 19:00, Jusuf mengudara dari ruang siaran luar negeri, membacakan Teks Proklamasi seperti yang dibacakan oleh Presiden Soekarno. Dalam secepat gelombang radio, merampat susuri kontur-kontur bumi, terdengarlah berita kemerdekaan Indonesia oleh rakyat Indonesia disegala penjuru Nusantara. Tak hanya itu, bahkan dari siaran Jusuf inilah dunia tahu bahwa Indonesia telah merdeka.

Yang namanya perjuangan pasti tak mudah, mesti ada yang harus dikorbankan. 15 menit setelah mengudara, aksi Jusuf ketahuan tentara Jepang yang berjaga. Dipukuli lah para pejuang pers tersebut, bahkan Jusuf hampir kehilangan kepalanya yang hampir saja ditebas samurai. Puji Syukur, Jusuf selamat, mesti harus pulang dengan cacat di kakinya.

Singkat cerita, keesokan harinya berobatlah Jusuf ke Salemba, disana ia bertemu dengan dokter Abdurahman Saleh. Dari pertemuan itulah cikal bakal Radio Republik Indonesia berdiri (RRI). Untuk lebih jelasnya silahkan baca kisah berdirinya RRI, googling saja, insyaalloh banyak referensinya.

Jujur saja, menulis kisah peritiwa diatas membuat bulu kuduk di punggung saya berdiri, berkali-kali. Seakan bergetar merasakan begitu heroiknya para pejuang pers dahulu dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Saya kira, adalah tak ada artinya tulisan saya ini jika didedikasikan untuk perayaan HPN hari ini. Tapi, saya yang kecil ini, dan memang benar-benar kecil, yaitu badanya hehe… Berharap dari yang kecil ini, dari tulisan ini, bisa meneruskan sedikit semangat perjuangan kala itu, hingga pada suatu rongga, di dada seorang manusia, semangat kecil ini meletupkan Gelora Semangat yang besar, yang bisa membuat bangsa ini lebih baik. Entah itu dari insan pers itu sendiri maupun yang bukan insan pers, amiin.

Dewan Pers

Gedung Dewan Pers di Jl. Kebon Sirih

Sekian kiranya tulisan ini saya tulis. Sebagai penutup, saya ingin mengucapkan Selamat Hari Pers Nasional, semoga pers di Indonesia menjadi lebih baik lagi, tak menyimpang dari visi dan semangat para pendahulu mereka, berjuang demi negara bukan demi mereka. Berjuang demi kebenarin bukan membenarkan kebatilan, Amiin ya robbal’alamin.

78 thoughts on “Hari Pers Nasional dan Kisah Heroik di Belakangnya

  1. Jadi membayangkan tanpa pers, gimana dunia bisa tau bahwa Indonesia sudah merdeka. Ternyata banyak sejarah yang ga terlihat seperti ini justru memiliki pengaruh besar. Btw setelah beberapa kali baca artikel Bang Nasa, jadinya inget Bang Nasa spesialis sejarah di Kubbu hahaha. Rasanya kalo ngulik-ngulik sejarah inget Bang Nasa, liat Bang Nasa jadi inget prasasti kuno, ehh sejarah deng 😂

    Disukai oleh 1 orang

  2. Gw percaya kalo pers dan media itu menggenggam dunia, tergantung bgt sama kontentnya… Dan wawasan org yg bergelut di bidang pers itu kece2 bingit..

    Btw gw suka fontnya loh, enak dibaca mata,, jd baca sejarahpun jadi asyik
    #anakvisualabis 😝

    Disukai oleh 1 orang

  3. Setiap membaca tulisan Nassa saya selalu merasa bahwa sejarah can be that fun, ga berat. lewat tulisan inj saya juga baru tahu kalau penyiaran proklamasi lewat radio itu “ditebus dengan harga yang mahal”. Koreksi dari saya untuk penulisan Insya Allah, coba dilihat lagi bagaimana penulisannya yang benar. semangaat …

    Disukai oleh 1 orang

  4. Merinding saya baca tujuan pembentukannya dulu. Semangatnya penting banget ya… Saya sempat 4 tahun jadi wartawan, tapi kecewa dengan kebanyakan wartawan sekarang. Copy paste press release, tulisan penggoreng saham IDX, gencet sana sini, jadi body guard sana sini, makan di hotel sampai stroke, jagain nama baik si anu buat naik di pemilu. Hanya segelintir yang lurus dan punya tujuan penting

    Disukai oleh 1 orang

  5. Aamiin…semoga tujuan dari tulisan bisa terwujud.
    Semoga bisa menyadarkan insan pers jaman know, tentang sejarah awalnya hari Pers Nasional, kembali ketujuan mulia hingga tidak mencoreng dunia pers itu sendiri.
    Terima kasih dan selamat hari Pers Nasional..tetap berkarya

    Disukai oleh 1 orang

  6. Ikut merinding, kepala hampir ditebas samurai..

    Terus kita malah mengisi kemerdekaan dengan hal-hal tak faedah, jafi berasa jahat.Makasih “mbak” Nassa sudah mengingatkan.

    Disukai oleh 1 orang

  7. Aamiin, semoga para pers tidak menyimpang dari visi midi pers itu sendiri. Dan Kami yang non pers siap mengawal dan menegur jika mereka menyimpang

    Karena tanpa pers kita jauh dari kata up to date. Anyway, Mas Nasa jurnalis kah?

    Disukai oleh 1 orang

  8. Salut! Dulu wartawan mempertaruhkan nyawa untuk tujuan yg kita semua bisa merasakannya hingga kini. Tapi sayang sekali skrg ini banyak wartawan yg menyalahgunakan profesi mereka untuk berita hoax, hate speech & hal negatif lainnya hanya untuk uang atau untuk oknum2 tertentu. Sedih.

    Disukai oleh 1 orang

  9. Pernah dengar ceritanya,dulu diceritakan sama guru sejarah saya. Kalau nggak salah Antara ada di pasar baru, saya pernah lewat kesana. Yang di Jl Veteran juga saya pernah lewat gedungnya. Betapa mengharukan perjuangan pers untuk menyiarkan kemerdekaan Indonesia. Luar biasa tulisannya. Thanks untuk berbagi!
    http://www.helloinez.com

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar